HOLAKRASI: KONSEP DAN PENERAPANNYA
(Contoh Penerapan Holakrasi: Belajar dari Zappos)
(Contoh Penerapan Holakrasi: Belajar dari Zappos)
Salah satu organisasi besar yang sudah menerapkan konsep holakrasi (sejak tahun 2003) adalah Zappos, sebuah perusahaan retail sepatu dan pakaian online terbesar di dunia (www.zappos.com). Pada tahun 2009, perusahaan tersebut diakuisisi oleh Amazon yang merupakan perusahaan multinasional tersukses dan retailer terbesar di internet. Zappos dibeli dengan harga saham yang sangat tinggi, yaitu mencapai 1, 2 Milyar Dollar. Pertumbuhan penjualan tahunan Zappos sangatlah pesat. Pada tahun 2001, angka penjualan mencapai empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya dengan biaya iklan yang minimal. Pada tahun 2008, Zappos berhasil mencapai 1 milyar dollar dalam penjualan tahunan dan menduduki posisi ketiga di dalam 100 perusahaan pilihan teratas menurut survei Fortune (Wahyu, 2012).
Kesuksesan Zappos tidak telepas dari manajemen organisasinya. Kiat manajemennya adalah menetapkan nilai-nilai yang memotivasi secara internal untuk meningkatkan kepuasan karyawan melebihi sekedar urusan materi. Tujuan perusahaan dalam menciptakan budaya yang berfokus pada kepuasan karyawan membuat Zappos menjadi tempat bekerja idaman. Zappos meyakini bahwa motivasi eksternal seperti uang dan jabatan memang dibutuhkan, namun faktor-faktor intrinsic-lah yang mendorong karyawan untuk terus termotivasi secara internal dan berkomitmen dalam jangka panjang (Human Capital Journal, 2014).
Pada tahun 2013, CEO Zappos, Tony Hsieh mengumumkan mengadopsi holakrasi, dan sekitar satu tahun kemudian 80% dari perusahaan di-restukturisasi menjadi lingkaran. Adopsi holakrasi pada perusahaan zappos tampaknya dapat berjalan dengan sukses. Konsep holakrasi yang menjunjung tinggi kreativitas, fleksibilitas, dan inovasi kemudian diterapkan perusahaan zappos dengan menciptakan nilai (value) perusahaan. Perusahaan dengan value ‘mengayomi karyawan dan menciptakan pekerjaan yang menyenangkan’ tersebut memiliki culture yang kuat untuk menjunjung tinggi value, sehingga tidak mengherankan jika Zappos menjadi perusahaan yang kuat pula. Nilai-nilai tersebut kemudian mendorong para karyawan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan, berani menghadapi perubahan, kreatif, open-mind, serta terus belajar dan berkembang untuk membangun hubungan yang baik dalam suatu team.
Dalam rangka memberikan kenyamanan dan menciptakan pekerjaan yang menyenangkan bagi karyawan, Zappos membuat beberapa kebijakan seperti, (1) membagi karyawan perusahaan dalam team-team (dynamic circles) yang bebas berinovasi dan berkreativtas guna mencapai tujuannya, (2) memberikan kebebasan bagi karyawan perusahaan untuk mendesain dan mengatur sendiri ruang kerjanya, (3) menghapus berbagai aturan rigid yang membatasi fleksibilitas karyawan, (4) menciptakan hubungan personal yang bagi antar-karyawan tanpa memandang status, (5) menciptakan budaya kerja yang hidup dan berkesan, misalnya membiarkan karyawan memainkan music, membuat parade antar-departemen, berpakaian bebas, dan lain sebagainya (Wahyu, 2012)..
Selain itu, pelatihan dan pengembangan karyawan dilakukan Zappos untuk meningkatkan kompetensi dan kepuasan karyawan. Para karyawan akan menjadi termotivasi untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan. Karyawan Zappos yang bekerja dengan baik berdampak pada kepuasan pelanggan, yang pada akhirnya akan memberikan tingkat penjualan dan keuntungan yang tinggi. Dari keuntungan tersebut, Zappos menyisihkan untuk investasi berupa pelatihan dan pengembangan karyawan. Upaya menciptakan budaya perusahaan dengan berinvestasi untuk pengembangan dan pelatihan karyawan merupakan salah satu kiat sukses manajemen yang perlu dilakukan perusahaan manapun yang ingin berhasil menghasilkan laba dan bertahan dalam jangka waktu yang panjang (Human Capital Journal, 2014).
Baca juga:
DAFTAR PUSTAKA
Bernstein, Ethan, John Bunch, Niko Canner, and Michael Lee. 2016. Beyond The Holacracy Hype. Diakses dari https://hbr.org/ pada 01Agustus 2016.
Groth, Aimee. 2013. Zappos is Going Holacratic: No Job Titles, No manager, No Hierarchy. Quartz: Retrieved.
HolacracyOne, LCC. 2000. Holacracy: Discover A Better Way of Working. USA: HolacracyOne, LCC
HolacracyOne, LCC. 2000. Working With Holacracy. Netherlands: Westerstraat 187 1015 MA Amsterdam The Netherlands.
Hsieh, Tony. 2015. A memo from Tony Hsieh: Zappos Insights. Zappos. Retrieved June 6, 2015.
Human Capital Journal .2014. 7 Hal Membangun Budaya Perusahaan Versi Zappos. Diakses dari https://humancapitaljournal.com pada 01Agustus 2016
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Moreno. 2016. Holacracy Against the Conformist Management Styles. Diakses dari http://www.templatemonster.com/blog/holacracy-against-conformist-manag ement- styles/ #2146532075.
Rivai, Vethzal & Basri. 2005. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ryan, Margaret. 2012. Holacracy Creating Conscious Organization. Diakses dari http://wonderworksconsulting.com/ wp-content/uploads/2013/10/Creating_ Conscious_Org.pdf pada 15 Agustus 2016.
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.
Robertson, 2007. Organization at The Leading Edge: Introducting Holacracy. United States.
Rudd, Olivia. 2009. Business Intelligence Success Factors: Tools for Aligning Your Business in the Global Economy. John Wiley & Sons.
Sisney, Lex. 2014. An Inside Look at Holacracy. Diakses dari http://organizational physics.com pada 01Agustus 2016.
Wahyu, Reza. 2012. Kiat Sukses Manajemen Zappos. Diakses dari https://tipsmotivasi. com pada 01Agustus 2016.
0 komentar:
Post a Comment