ASET INTELEKTUAL PAKUALAMAN DAN MANFAATNYA BAGI MASYARAKAT: KAJIAN FILOSOFI HIDUP (KEPEMIMPINAN) DI KADIPATEN PAKUALAMAN
Oleh: Salsabila Firdausy1
ABSTRAKSI
Kadipaten Pakuaman memiliki filosofi hidup yang unik dan menarik sesuai dengan sejarah berdirinya. Salah satu filosofi hidup Pakualaman tertuang dalam Astrabrata Pemimpin Kadipaten Pakualaman. Asthabrata memaparkan model-model kepemimpinan jawa berdasarkan teladan watak para dewa kelompok lokapala. Filosofi hidup Kadipaten Pakualaman tersebut kini menjadi asset intelektual yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam menjalani kehidupannya pula, seperti nilai bijaksana, dermawan, mengalah, tidak pecicilan, dan senantiasa berlaku baik.
Kata Kunci: Aset Intelektual, Filosofi Hidup, Kadipaten Pakualaman
A. PENDAHULUAN
Kadipaten Pakualaman atau Negeri Pakualaman atau Praja Pakualaman didirikan pada tanggal 17 Maret 1813, ketika Pangeran Notokusumo, putra dari Sultan Hamengku Buwono I dengan Selir Srenggorowati dinobatkan oleh Gubernur Jenderal Sir Thomas Raffles (Gubernur Jendral Britania Raya yg memerintah saat itu) sebagai Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I.
Dalam menjalani kehidupannya, Kadipaten Pakuaman memiliki filosofi hidup yang unik dan menarik sesuai dengan sejarah berdirinya. Salah satu filosofi hidup Pakualaman tertuang dalam Astrabrata Pemimpin Kadipaten Pakualaman. Asthabrata memaparkan model-model kepemimpinan jawa berdasarkan teladan watak para dewa kelompok lokapala (penjaga alam semesta), yaitu Batara Indra, Batara Yama, Batara Surya, Batara Candra, Batara Bayu, Batara Wisnu, Batara Brama, dan Batara Baruna. Athabrata merupakan hasil pemikiran local genius nusantara yang pada masanya pernah dijadikan sebagai rujukan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Filosofi hidup Kadipaten Pakualaman tersebut kini menjadi asset intelektual yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam menjalani kehidupannya pula. Sebagai contoh, konsep Asthabrata yang berasal dari mahakarya intelektual pada saat itu dapat dijadikan contoh dalam menjalankan tata kelola pemrintahan saat ini. Kemudian mucul pertanyaan, apa saja asset intelektual Kadipaten Pakualaman yang bermanfaat bagi masyarakat dari segi filosofi hidup?
B. PEMBAHASAN
Awal Munculnya Filosofi Hidup di Kadipaten Pakualaman
Filosofi hidup Kadipaten Pakualaman muncul dari riwayat sejarah berdirinya. Kadipaten Pakualaman atau Negeri Pakualaman atau Praja Pakualaman didirikan pada tanggal 17 Maret 1813, ketika Pangeran Notokusumo, putra dari Sultan Hamengku Buwono I dengan Selir Srenggorowati dinobatkan oleh Gubernur Jenderal Sir Thomas Raffles (Gubernur Jendral Britania Raya yg memerintah saat itu) sebagai Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I.
Berawal dari adanya konflik kekuasaan diantara putra-putra Hamengkubuwono I, yaitu raja putra mahkota dengan Notokusumo, putra dari Srenggorowati. Notokusumo memiliki etika yang baik dan dianggap lebih pantas dijadikan raja, sehingga terjadilah persaingan. Konflik berakhir dengan tetap diangkatnya raja putra mahkota sebagai raja, dan Notokusumo sebagai rujukan karena kecerdasan dan etika baiknya.
Situasi berjalan cukup baik hingga pemerintahan HB II. Sifat HB II yang sangat keras dengan penjajah Belanda membuatnya diturunkan dan diangkatlah putra mahkota sebagai raja baru bergelar HB III. Sayangnya, HB III merasa bahwa Notokusumo sebagai saingannya. Notokusumo diasingkan ke Semarang dan Cirebon, bahkan direncanakan akan diracun, namun upaya tersebut gagal.
Sejak ditandatanganinya Kapitulasi Tuntang 1811 Masehi, kekuasaan Belanda jatuh ke tangan inggris. Seluruh tawanan Belanda, termasuk Notokusumo dibebaskan oleh inggris. Mendengar berita kekalahan Belanda, HB II kembali merebut kekuasaannya dari HB III. Pada saat itu, Gubenur Jendra Inggris Stamford Raffles mengizinkan sultan HB II untuk menduduki kembali tahta keraton dengan syarat mau mengakui pemerintah Inggris di Yogyakarta, membubarkan prajurit keraton, dan sebagian besar penghasilan keraton diambil oleh Inggris. Persyaratan disampaikan melalui perantara Notokusumo melalui diplomasi. Hal ini dilakukan Notokusumo untuk melindungi keraton agar tidak hancur diserang Ingris, sehingga diupayakan upaya diplomasi. Syangnya HB II menolak, sehingga keraton diserbu tentara Inggris dan berhasil dikuasai, sedangkan HB II diasingkan ke Ambon.
Paska direbutnya kekuasaan keraton, Notokusumo tidak bersedia diangkat menjadi raja meskipun sejatinya ia adalah pewaris keraton. Dalam hatinya tidak ingin menghancurkan keraton, namun apa daya karena ia berada di bawah kekuasaan inggris setelah sebelumnya ditolong inggris ketikan menjadi tawanan Belanda karena fitnah dan upaya pembunuhan yang dilakukan pihak keraton. Akhirnya kekuasaan keraton diserahkan kepada putra mahkota kembali dengan gelar HB III.
Pada tanggal 29 Juni 1812 M Rafflesmenobatkan Pangeran Notokusumo sebagai pangeran merdika di lingkungan keraton Yogyakarta dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Paku Alam (PA) I atas jasa-jasanya kepada inggris. Kemudian berdasarkan kontrak politik pada tanggal 17Maret 1813, pemerintah Inggris membantu PA I membangun istana yang bersifat otonom dengan nama Puro Pakualaman dengan posisi menghadap selatan yang melambangkan penghormatan kepada keraton Yogyakarta.
Dari sejarah berdirinya Kadipaten Pakualaman, maka muncullah filosofi hidup Kadipaten Pakualaman, yaitu Surodiro Jayaningrat Lebur Daning Pangastuti, yang artinya bagaimanapun kesaktian maupun kekuatan seseorang, tetap yang menang adalah yang direstui/diberkahi ALLAH SWT. Seseorang yang dianggap diberkahi dalam ungkapan tersebut adalah Pangeran Notokusumo. Meskipun telah difitnah bahkan akan dibunuh oleh kekuasaan keraton Yogyakarta pada saat itu, Pangeran Notokusumo pada akhirnya berhasil menjadi pemenang. Meskipun demikian, Pakualam tetap menghormati keraton Yogyakarta. Hingga saat ini terdapat istilah Getlement Agreement, yang berarti bahwa posisi duduk PA harus dibelakang HB. Selain itu, sampe kapan pun PA tetap berada pada posisi wakil gubenur dantidak bias menjabat sebagai Gubenur Yogyakarta.
Cerita sejarah lain menyebutkan bahwa kakek buyut dari Srenggorowati (ibu dari Pangeran Notokusumo), yaitu Kyai Proyogati merupakan seorang kyai yang bijaksana dan disegani rakyatnya. Beliau punya keinginan cucunya kelak bisa memiliki 'songsong gilap' (payung emas). 'Songsong gilap' adalah simbol pangkat atau jabatan bagi petingggi kerajaan. Proyogati lalu melakukan pertapa dan konon menghilang tanpa sebab dan di lokasi pertapaannya tombak, yang kemudian disebut tombak kyai buyut. Saat Srenggorowati diminta menjadi istri HB I, Srenggorowati meminta tombak kyai buyut tersebut sebagai syaratnya.
Dari cerita sejarahtersebut, maka muncullah filosofi hidup Kadipaten Pakualaman, yaitu tombak kyai buyut digambarkan sebagai sifat wisdom(bijaksana), tidak menonjolkan diri, tidak pecicilan, dan senantiasa berlaku baik.
Filosofi Hidup Pakualaman dalam Asthrabrata Pemimpin Kadipaten Pakualaman
Filosofi hidup Kadipaten Pakualaman kemudian dituangkan kedalam Astrabrata Pemimpin Kadipaten Pakualaman. Asthabrata memaparkan model-model kepemimpinan jawa berdasarkan teladan watak para dewa kelompok lokapala (penjaga alam semesta), yaitu Batara Indra, Batara Yama, Batara Surya, Batara Candra, Batara Bayu, Batara Wisnu, Batara Brama, dan Batara Baruna. Asthabrta versi Pakualaman disampaikan dengan ilustrasi gambar para dewa dalam wujud artistik. Penyampaian pesan melauli gambar figur para dewa yang sudah banyak dikenal masyarakat yang dilakukan Pakualaman akan memudahkan dalam menyampaikan pesan. Dengan kata lain, karakter stereotipikal yang dimiliki oleh para desatersebut dapat digunakan sebagai wahana pewarisan nilai-nilai kepemimpinan.
1. Batara Indra
Batara Indra digambarkan dengan renggankalam bulu angsa yang tertancap pada bola dunia serta renggan berupa mahkota di atasnya. Artinya Indra sebagai raja para kawi atau para pujangga yang tidak henti-hentinya memberikan pemahaman ilmu kepeda siapapun yang dikehendakinya.
Dalam ilustrasi digambarkan Batara Indra mengenakan irah-irahan yaitu atribut yang dikenakan di kepala berupa kethu dewa oncit keongan dengan jamang dan kancing pogogan (garudha mungkur). Sumping kudhup turi atau waderan dikenakan di bagian telinga. Sunggingan muka berwarna merah jambu yang menegaskan karakter kematangan, berhidung sembada, bermata kedhelen. Batara Indra mengenakan jubbah kebesaran bermotif lurik bergaris merah dan emas serta ber-sampir atau berselendang yang menunjukkan ciri kedewataan. Ia digambarkan melepas sepatu yang sebenarnya juga memberi identifikasi sifat kedermawanannya. Ia duduk di atas sebuah dhampar yang dihadap oleh seorang abdi. Posisi tangan membawa sebuah pustaka yang menegaskan watak senang mengajar ilmu pengetahuan kepada siapa pun tanpa pendang bulu, baik kepada orang pandai maupun bodoh.
2. Batara Yama
Batara Yama digambarkan dengan renggantungku di atas perapian dengan lidah api sebagai sarana pembakarannya. Artinya, Batara Yama sebagai penegak hokum dan penumpas kejahatan.
Dalam ilustrasi digambarkan Batara Yama mempunyai ciri wajah tegas, gagah, dan berwibawa. Ia bermata thelengan yang menggambarkan mempunyai pandangan mata bulat tajam membelalak, dan berhidung dhempok. Sunggingan muka digambarkan berwarna emas yang mengindikasikan keagungan. Dilukiskan mengenakan jamang dan kethu oncit keongan, ber-sumping waderan atau kudhup turi. Rambut dibiarkan ngore terurai, mengenakan jubbah kebesaran ber-sampir, bersepatu, dan duduk di atas dhampar. Batara Yama berwatak tegas dan “kejam”terhadap tindakan-tindakan yang melanggar aturan kebajikan, bertindak sebagai hakim bagi manusia durjana dan mengarah pada kesejahteraan dunia. Ia pun berwatak setia pada kebenaran, jujur, berani menghadapi kejahatan, teguh pada pendirian. Di sampan itu pun terdapat watak senang bergarau dalam situasi tertentu.
3. Batara Surya
Batara Surya divisualisasikan dengan rengganbunga matahari yang inti bunganya berwarna kuning emas. Gambar ini sekaligus mewakili bentuk bentuk dan warna koin uang emas kesukaan Batara Surya. Artinya, Batara Surya memiliki watak yang giat bekerja mengupayakan dan mengelola kekayaan secara benar.
Dalam ilustrasi digambarkan Batara Surya sebagai tokoh dewaberwajah tampan dan cerdas. Ia bermata liyepan, berhidung lancipyang menggambarkan sosok yang rupawan. Dalam gambar memakai mahkota kethu dewa oncit ber-jamang, ber-kancing popogan garudha mungkur, ber-sumping wadernan dan kudhup turi, serta rambut terurai. Ia pun mengenakan jubbah keemasan sehingga tampak bersinar bersampir, bersepatu, dan sedang duduk di atas dhampar dengan membawa sebuah pustaka. Pada pinggangnya terdapat keris yang diselipkan di depan. Di dalam gambar terdapat kotak harta tersimpan di bawah tempat duduknya. Kotak tersebut dalam bentuk pajupat persagi dengan roda yang dapat dimaknai bahwa harta tersebut bergerak tidak hanya sekedar untuk disimpan.
4. Batara Candra
Batara Candra digambarkan dengan rengganbunga soma, bunga yang mekar dan harum di malam hari. Bunga tersebut mewakili keberadaan Batara Candra yang selalu dirindukan. Ia pemberi kasih dan penghangat cinta.
Dalam ilustrasi digambarkan Batara Candra digambarkan sebagai seorang dewa yang senang dengan hal-hal yang senang dengan hal-hal yang berhubungan dengan keindahan dalam berolah asmara, pandai menyenangkan hati wanita, sertasiapapun juga. Di samping itu, tajam dan peka terhadap sandi atau ajaran dalam bercinta. Dalam ilustrasi, ia digambarkan berhidung lancip, bermata liyep gubahandengan posisi muka luruh ber-sungging-kan warna emas yang dapat menyimbolkan arti ketampanan, kematangan, dan keagunagn. Ia mengenakan kethu dewa oncit, ber-jamang sada sealer atau jamang turidha, ber-sinom (rambut pada dahi terlihat) yang mengartikan ia selalu dalam kemudahan. Sumping yang dikenankan sumping waderan dengan rambut yang ngore terurai. Batara Candra pun mengenakan jubah berlapis emas, ber-sampir, pada pinggangnya terselip sebilah keris, bersepatu, dan sedang duduk di atas dhampar berwarna kuning gadhing bersulam bunga. Ia memegang sebuah kitab Asmaragama yang menegaskan suka mengajar tentang ilmu cinta. Posisi duduknya berada di dalam sebuah bingkai berkelambu bersulamkan bunga-bunga. Selain itudi depannya terlihat sebuah tangan yang sedang menyodorkan jambangan berisi bunga. Dalam percintaan,bunga melambangkan suatu estetika keindahan dan keromantisan.
5. Batara Bayu
Batara Bayu digambarkan dengan renggan gada Lukitasari, kelat bahu Candrakirana, sumping pudhak sategal, sisik porong naga, dan kain bermotif poleng. Artinya, Batara Bayu memiliki watak tegar, gigih, mantar, dan penuh semangat.
Dalam ilustrasi digambarkan Batara Bayu berperawakan gagah perkasa, berhidung dhempok, bermata thelengan, berkumis, dan berjenggot. Ia digambarkan berbeda dengan dewa-dewa lainnya karena tidak mengenakan mahkota dewa. Batara Bayu hanya bergelung rambut yang dinamakan gelung mangkara, ber-jamang sada sealer atau turidha, dengan kancing pada ujung gelung bermotif seekor garuda, ber-sumping jenis pudhak sategalatau pandhan binethot. Sunggingan muka berwarna hitam melanggapan kedewasaan, kematangan dalam ilmu dan segala hal dalam kehidupan. Ia tidak mengenakan jubah serta sampir bahkan bertelanjang dada dengan simbar yang menghias dadanya, berkalung gajah gelar, berkelat bahu, dan bergelang candrakirana pada lengan dan tangannya, berkuku pacanaka sembari menggenggam gada sebagai senjata kebesarannya. Kampuh yang dikenakan bermotif poleng hitam dan putih ber-lis warna keemasan. Pada pinggangnya berselipkan keris, ber-badhong dengan hiasan bunga, mengenakan celana dengan hiasan porong nagaterlukis di atas paha. Batar Bayu merupakan dewa yang berwatak pendiam, teguh pendirian, sederhana, dan apa adanya, taberi, kaku hati namun kekakuan itu hanyalah bersikukuh untuk suatu kebenaran, tegas dalam bertindak, tidak mudah dipaksa, pendiriannya bak gunung besi yang tidak tergoyahkan, dan juga rajin dalam melakukan pekerjaan.
6. Batara Wisnu
Batara Wisnu digambarkan dengan renggansenjata cakra dan trisula serta tempat pembakaran dupa nyala apidan asap dupanya. Artinya, Batara Wisnu adalah sang pemimpin yang petapa. BatarA Wisnu memelihara keutamaan budi dan tawakaL sebagai perisai diri agar tidak terjerat gemerlap kehidupan duniawi.
Dalam ilustrasi digambarkan Batara Wisnu berbadan hitam cemani, berwajah lenyap, berhidung lancip, dan bermata gabahan atau liyepan. Ia mengenakan mahkota kethu dewa oncit, ber-jamang sada sealer, ber-sumping mangkara. Rambutnya terurai, bersampir, berjubah, serta bersepatu. Ia digambarkan duduk pada dhampar dengan trap yang lebih tinngi. Dihadapannya terdapat tonggak yang di atas nya berupa tungku dupa yang menyala. Ia digambarkan berada dalam sebuah bangunan pemujaan. Batara Wisnu adalah sosok dewa yang cerdas, tahu segala kejadian yang akan terjadi di dunia berdasarkan ketekunan dalam berolah batin dan rasa. Di samping itu,ia pun berwatak bijaksana, mampu berdiri sebagai pamomong yang memberikan pengayoman, adil, tajam dalam batin dan pikiran, serta menjunjung kebenaran.
7. Batara Brama
Batara Brama digambarkan dengan rengganpedang, tobak, bendera, umbul-umbul dalam satu wadah, dan lidah api dengan dominasi warna merah yang berarti keberanian. Sikap keperwiraanyang tangguh dan gagah berani merupakan bekal untuk menciptakan ketentraman.
Dalam ilustrasi digambarkan Batara Bramaberbadan gagah perkasa, behidung dhempok, bermata thelengan yangberarti bulat tajam dalam memandang. Ia berkumis dan berjenggot tebal. Warna muka di-sungging dengan warna merah muda yang dapat juga diatikan sebagai warna yang agresif,cepat dalam bertindak, dan sering pula terkesan terburu-buru agar segala hal cepat terselesaikan. Ia mengenakan mahkota raja dengan pola gelapan ber-garuda mungkur, ber-jamang, serta ber-sumping sorengpati. Kategori sumping soengpati ini sering diindikasikan bahwa tokoh yang bersangkutan sedikit mempunya kesan yang kejam dan tegas. Rambut dibiarkan terurai dan tidak mengenakan busanakedewaan dengan jubah dan sampir, namun hanya bertelanjang dada. Ia mengenakan keris di pinggangnya, berkelat bahu calumpringan, dan tangan belakang menjinjing sebuah pedang. Batara brama berwatak sembada, sedikit mempunyai sifat angkuh dan murka, kejam, senang berkelana ke berbagai belahan dunia, gemar berperang, cepat marah bagaikan api yang tersulut. Namun demikian, ia pun berwatak berani menghadapi apapun, setia, teguh pada pendirian, serta berwatak prajurit yang kokoh dan tangguh sebagai benteng perang.
8. Batara Baruna
Batara Baruna digambarkan dengan renggan lung jangga milet tranggama, yang dalam naskah Babar Palupyan dimaknai sebagai pujangga yang cerdaslagi bijaksana. Batar Baruna juga digambarkan dengan bingkai teks berupa sisik ikan yang menggambarkan Batara Baruna sebagai Dewa Laut.
Dalam ilustrasi digambarkan Batara Baruna berwajah luruh, berhidung sembada, bermata kedhelen, ber-jamang, dan ber-sinom. Ia memakai kethu dewa oncit dengan jamang, ber-sumping waderan, berambut ngore, berjubah dan bersampir. Ia duduk di atassebuah dhampar dengan tangan membawa sebuah kitab. Seperti halnya dengan dewa yang lain, Baruna juga mengenakan sepatu. Batara Baruna adalah dewa yang pandai terhadap segala sesuatu, lebih dibanding siapapun dalam kemampuannya, berwatak berani dan setia, bersifat welas asih terhadap sesame, dan pandai mengenali musuh serta dapat menghormatinya.
Athabrata merupakan hasil pemikiran local genius nusantara yang pada masanya pernah dijadikan sebagai rujukan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Konsep tersebut berasal dari mahakarya intelektual pada saat itu, sehingga tidak dapat begitu saja dilupakan dalam menjalankan tata kelola pemerintahan saat ini meskipun telah muncul berbagai penduan mengelola pemerintahan dengan berbagai perspektif, seperti Republik (Plato), Politic (Aristoteles), The Prince (Machiavelli), Muqqadimah (Ibnu Khaldun), maupun Du Contract Social (JJ. Rousseau).
C. PENUTUP
Kadipaten Pakuaman memiliki filosofi hidup yang unik dan menarik sesuai dengan sejarah berdirinya. Salah satu filosofi hidup Pakualaman tertuang dalam Astrabrata Pemimpin Kadipaten Pakualaman. Asthabrata memaparkan model-model kepemimpinan jawa berdasarkan teladan watak para dewa kelompok lokapala (penjaga alam semesta), yaitu Batara Indra, Batara Yama, Batara Surya, Batara Candra, Batara Bayu, Batara Wisnu, Batara Brama, dan Batara Baruna. Athabrata merupakan hasil pemikiran local genius nusantara yang pada masanya pernah dijadikan sebagai rujukan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Filosofi hidup Kadipaten Pakualaman tersebut kini menjadi asset intelektual yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam menjalani kehidupannya pula, seperti nilai bijaksana, dermawan, mengalah, tidak pecicilan, dan senantiasa berlaku baik.
REFERENSI
K.B.P.H Prabu Suyodilogo. 2012. Ajaran Kepemimpinan Asthabrata Kadipaten Pakualaman. Yogyakarta: Perpustakaan Puro Pakualaman Yogyakarta.
Draf hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan KPH Kusumoparasto (Sutomo Parasto) dan KPH Rio Sestrodirjo (Himawan) pada tanggal 08 April 2015 di Kadipaten Pakualaman.
0 komentar:
Post a Comment