AKUNTABILITAS:
MENUJU INDONESIA BERKINERJA
Oleh: Salsabila Firdausy, SIP. &
Paulus Julius Rahakbauw, Ak.
Nilai akuntabilitas
sangat penting diadopsi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini
didasarkan pada argumen bahwa eksistensi atau keberadaan sebuah negara, tergantung
pada masyarakatnya. Oleh sebab itu,
sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk memberikan pelayanan dengan baik dan
bertanggung jawab. Akuntabilitas itu sendiri menurut Mardiasmo (2006:3) diartikan
sebagai bentuk
kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya,
melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.
Semakin kompleks
dan berkembangnya kebutuhan masyarakat dewasa ini, menjadikan penyelenggaraan
pelayanan publik tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga melibatkan
sektor swasta di dalamnya. Dalam konteks pemerintah, istilah akuntabilitas kinerja sudah tidak
asing lagi didengar seiring dengan disusunnya Road Map Reformasi Birokrasi.
Road map tersebut
mengamanatkan 3 (tiga) sasaran utama reformasi birokrasi, yaitu (1) birokrasi
yang bersih dan akuntabel; (2) birokrasi yang efektif dan efisien; serta (3)
birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas.
Akuntabilitas kinerja yang merupakan garda
depan menuju good governance
berkaitan dengan bagaimana instansi pemerintah mampu mempertanggungjawabkan
penggunaan anggaran negara untuk sebaik-baiknya pelayanan publik. Perubahan mindset dan culture-set penyelengaraan birokrasi yang semula berorientasi kerja
(output) menjadi berorientasi kinerja
(outcome) merupakan titik berat dalam
konsep akuntabilitas kinerja. Dengan kata lain, akuntabilitas kinerja menjawab
pertanyaan untuk apa individu ada, untuk apa organisasi ada, dan untuk apa
pemerintah ada?
Sebetulnya, apa perbedaan pemerintahan yang
berorientasi kinerja dengan
pemerintahan yang berorientasi kerja?
Pemerintahan yang berorientasi kinerja atau hasil mengawali langkah dengan
menentukan tujuan/sasaran, dilanjutkan dengan mengukur tujuan/sasaran,
menentukan target, dan mengaitkan tujuan/sasaran tersebut dengan program dan
kegiatan yang mendukung. Artinya, segala program atau kegiatan yang
dilaksanakan oleh suatu instansi pemerintah harus memiliki hasil dan dampak
yang jelas bagi perbaikan pelayanan publik (program
follow result). Ide ini selaras
dengan konsep performance-based budgeting
atau biasa kita sebut anggaran berbasis kinerja. Sebaliknya, pemerintahan yang berorientasi
kerja, hanya berfokus pada penyerapan anggaran, dan terlaksananya program/kegiatan
yang telah dilaksanakan.
Dalam
rangka menjamin akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, telah dikembangkan
sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur, dan efektif yang dikenal
dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). SAKIP tersebut
kemudian diterapkan melalui pembuatan target kinerja disertai dengan indikator
kinerja yang menggambarkan keberhasilan instansi pemerintah (Wakhyudi, 2007).
Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan suatu tatanan, instrumen,
dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap-tahap sebagai berikut
(Wakhyudi, 2007):
1. Penetapan perencanaan stratejik, perencanaan
kinerja, dan penetapan rencana kerja, meliputi pembuatan visi, misi, tujuan,
sasaran, kebijakan, dan program. Pada tahap inilah, instansi pemerintah
menghasilkan rencana kerja jangka menengah lima tahunan (RPJM/RPJMD) yang
kemudian diturunkan menjadi rencana kinerja tahunan (RKP/RKPD), rencana
anggrannya (RKA), Perjanjian Kinerja (PK), SOP, dan lain sebagainya;
2. Pengukuran kinerja, meliputi pengukuran
indikator kinerja, pengumpulan data kinerja, membandingkan realisasi dengan
recana kerja, kinerja tahun sebelumnya, atau membandingkan dengan organisasi
lain sejenis yang terbaik di bidangnya;
3. Pelaporan kinerja, berupa pembuatan Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) dengan format standar
laporan yang telah ditetapkan (rinci dengan berbagai indikator, bukti, dan
capaiannya);
4. Pemanfaatan informasi kinerja untuk perbaikan
kinerja berikutnya secara berkesinambungan.
Pada dasarnya, penerapan Sistem AKIP bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggung
jawab dan bebas dari praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
Artinya, SAKIP merupakan salah satu instrument dalam mewujudkan konsep good governance. Meskipun aparat
pemerintah telah cukup memahami perubahan yang dikehendaki dari sistem ini, namun
yang menjadi persoalan besar adalah adanya kesenjangan antara pemahaman
tersebut dengan kemauan untuk berubah. Isu good
governance di kalangan pemerintah sudah mengemuka, akan tetapi dalam
praktiknya masih menghadapi banyak resistensi dan kendala di beberapa instansi
pemerintah.
Keberadaan SAKIP sebagai sistem manajemen kinerja
instansi pemerintah di Indonesia sebenarnya merupakan bentuk amanat
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang didalamnya
memberikan amanat untuk mengintegrasikan informasi keuangan dan kinerja dalam
sebuah sistem. Sistem ini dibutuhkan dalam rangka mendorong terciptanya
anggaran berbasis kinerja yang diyakini sebagai paradigma pengelolaan keuangan
paling efektif untuk mendorong terciptanya pemerintahan yang berkinerja tinggi.
SAKIP mencoba mengintegrasikan berbagai sistem dalam manajemen pemerintahan di
Indonesia. Berbagai sistem tersebut antara lain sistem perencanaan, sistem
penganggaran, sistem pengukuran, sistem pelaporan, dan sistem evaluasi yang
kelimanya diatur dengan berbagai peraturan perundangan dan oleh berbagai
instansi yang berbeda. Secara umum, di bawah ini adalah ilustrasi integrasi
kelima sistem tersebut dalam sakip, serta gambaran peraturan perundangan yang
mengamanatkannya.
Evaluasi
implementasi SAKIP di seluruh kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota telah dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) sejak tahun 2014. Evaluasi
akuntabilitas kinerja bertujuan memetakan (assess)
dan membina (assist) instansi
pemerintah dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Melalui hasil evaluasi tersebut, Kementerian
PAN-RB membagi instansi pemerintah menjadi tujuh kategori berdasarkan tingkat efektivitas
dan efisiensi penggunaan anggaran sebagaimana tersaji dalam tabel 1.
Hasil
evaluasi SAKIP tahun 2017 terhadap instansi pemerintah baik pusat maupun daerah
menunjukkan adanya peningkatan rata-rata nilai akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah yang mendapatkan kategori diatas B (Gambar 2).
Di
tahun 2017, peningkatan nilai SAKIP instansi pemerintah tersebut juga sejalan
dengan berkurangnya potensi inefisiensi APBN/APBD sebesar 41,15 Triliun Rupiah. Hal tersebut dikarenakan SAKIP menjadi salah
satu pengungkit terciptanya manajemen kinerja instansi pemerintah, yang
didalamnya mencakup (1) perumusan sasaran pembangunan lebih berorientasi hasil
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat; (2) Refocusing program/kegiatan sesuai dengan sasaran pembangunan; dan
(3) upaya cross cutting program dan
kegiatan sehingga terwujud sinergitas (kolaborasi) antar-instansi.
REFERENSI
Dwiyanto,
Agus. 2016. Memimpin Perubahan di Birokrasi Pemerintah: Catatan Kritis
Seorang Akademisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Gjalt
De Graaf, Leo Huberts, dan Remco Smulders. 2014. Coping with Public Value
Conflicts. Administration & Society 1-7
Mardiasmo.
2006. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Wakhyudi.
2007. Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Jakarta: Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Pengawasan-Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Daerah.
Keban, Yeremias T.
2010. Reformasi Aparatur Negara Ditinjau Kembali. Yogyakarta: Gava
Media.
KemenPANRB.
2018. Laporan Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Nasional Tahun 2017.
Jakarta: KemenPANRB
BACA JUGA: PERMASALAHANMANAJEMEN KINERJA DI INDONESIA DAN UPAYA KEMENTERIAN PAN-RB UNTUK MENGATASINYA
BACA JUGA: PERMASALAHANMANAJEMEN KINERJA DI INDONESIA DAN UPAYA KEMENTERIAN PAN-RB UNTUK MENGATASINYA
0 komentar:
Post a Comment