Monday 9 January 2017



PENDIDIKAN INKLUSI: SOLUSI DALAM MENCIPTAKAN NON-DISKRIMINASI PENDIDIKAN
DI INDONESIA
(Studi Kasus Implementasi Pendidikan Inklusi di Koya Yogyakarta)


A. Pendahuluan
Pendidikan inklusi dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi isu yang sangat menarik dalam konteks sistem pendidikan nasional.  Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 mendifinisikan pendidikan inklusi sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama sama peserta didik pada umumnya (Budiyanto, 2009: 4).
Salah satu daerah yang telah berkomitmen untuk melaksanakan pendidikan inklusi adalah Kota Yogyakarta. Penegasan komitmen Kota Yogyakarta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi tercantum dalam Perwal Nomor 47 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Kota Yogyakarta. Kemudian di tahun 2009 ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan dengan menerbitkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Nomor: 188/063/2009 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaran Pendidikan Inklusi di Kota Yogyakarta. Sejak saat itu, pendidikan inklusi dengan segala kiprahnya mulai disosialisasikan dengan gencar di berbagai forum dan sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta (Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, 2009: 3).
Atas kepeduliannya terhadap pendidikan inklusi di Indonesia, pada tanggal 2 September 2012, Kota Yogyakarta memperoleh penghargaan Inclusive Education Award kategori pemerintah. Penghargaan tersebut diserahkan oleh pemerintah pusat melalui Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kepada pemerintah Kota Yogyakarta. Kegiatan dan strategi Kota Yogyakarta dalam melaksanakan Pendidikan Inklusi juga sudah banyak dipelajari dan ditiru Pemerintah Daerah lain, seperti Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunugkidul, Kabupaten Magelang, Kabupaten Bogor, Provinsi Kalimantan Timur, dan puluhan Pemerintah Daerah lainnya,
Berdasarkan pemaparan di atas, maka kajian mengenai implementasi pendidikan inklusi di Kota Yogyakarta menjadi menarik.  Kajian ini dapat memberikan gambaran mengenai contoh impementasi pendidikan inklusi yang baik dan menegaskan pendidikan inklusi sebagai solusi dalam menciptakan non-diskriminasi pendidikan di Indonesia.

B.  Implementasi Pendidikan Inklusi di Kota Yogyakarta
Implementasi Pendidikan inklusi di Kota Yogyakarta diserahkan kepada Dinas Pendidikan dengan menunjuk Seksi Manajemen Sekolah Bidang Pendidikan Dasar. Dinas Pendidikan memaknai Perwal Nomor 47 Tahun 2008 sebagai dasar untuk menyusun regulasi yang memudahkan akses bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk dapat bersekolah di sekolah reguler bersama sama dengan anak normal (non-difabel).  Berdasarkan kebijakan tersebut, Seksi Manajemen Sekolah Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta kemudian menyusun anggaran dan memimpin kegiatan pendidikan inklusi di Kota Yogyakarta dengan sasaran utama pendidikan formal.
Munn (2000) menegaskan bahwa untuk menanamkan nilai-nilai inklusivitas dan anti-diskriminasi, sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan harus bersifat inklusif dan anti-diskriminasi. Pendidikan inklusif perlu dikembangkan bukan hanya dalam rangka mengeliminasi praktik diskriminasi terhadap mereka di dunia pendidikan, tetapi untuk menjauhkan mereka dari kejahatan diskriminasi pada berbagai dimensi kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik maupun kultural (Puguh, dkk, 2012:4). Oleh sebab itu, menurut Aris Widodo, Kasi Manajemen Sekolah Pendidikan Dasar, implementasi pendidikan inklusi di Yogyakarta dikembangkan dengan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut:

  1. Setiap anak usia sekolah (baik difable maupun non-difable) wajib diterima di sekolah reguler, selama sekolah yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk melayani dan memfasilitasinya.
  2. Sekolah inklusi memberikan peluang bagi siswa dengan setiap perbedaannya untuk dapat berhasil dalam dunia akademik.
  3. Sekolah inklusi mensyaratkan adanya keterbukaan, keadilan, tanpa diskriminasi, ramah dan terbuka, serta mengedepankan tindakan menghargai dan merangkul perbedaan yang ada pada siswa normal dengan ABK. Hal ini berbeda dengan kurun waktu sebelumnya dimana pola pendidikan difabel melalui lembaga pendidikan yang terpisah dari sekolah reguler yaitu Sekolah Luar Biasa/Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dan Pendidikan Terpadu.  Secara konsep, sistem ini menerapkan segregasi dimana menepatkan siswa difabel hanya pada Sekolah Luar Biasa (SLB) dan siswa non-difabel di sekolah reguler sehingga masih terkesan diskriminatif.

Strategi implementasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta untuk melembagakan pendidikan inklusi pada dasarnya terbagi dalam 4 poin besar, yaitu: (1) Melaksaakan advokasi dan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) kepada pemangku kebijakan di Kota Yogyakarta agar mendapatkan dukungan, baik dari sisi legalitas maupun penganggaran dalam APBD; (2) sosialisasi dan pelatihan kepada sekolah sekolah di Kota Yogyakarta,dengan model paket TOT Pendidikan Inklusi anatar 2 – 5 hari tiap sekolah; (3) Melaksanakan penguatan jaringan kelembagaan, yaitu dengan membentuk  Resource Center Pendidikan Inklusi Kota Yogyakarta, Forum Sekolah Penyelenggara pendidikan Inklusi (Forum SPPI), dan Forum Guru Pendamping Khusus (Forum GPK); serta (4) Menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, seperti LSM peduli difable dan perguruan tinggi di Yogyakarta (Dinas Pendidikan KotaYogyakarta, 2009: 3).
Adapun dalam proses implementasinya, Dinas Pendidikan di Kota Yogyakarta membuat berbagai SOP yang disusun secara terpadu dan terperinci bagi guru dan sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi.  Berbagai usaha tersebut dilakukan dalam rangka mewujudkan pendidikan inklusi sesuai dengan visi Kota Yogyakarta sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2013 dalam visi tahun 2012-2016, yaitu “Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, berkarakter dan Inklusif, Pariwisata Berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan dan Ekonomi Kerakyatan”.
Meskipun demikian. tidak dapat dipungkiri bahwa dalam implementasi kebijakan, termasuk implementasi pendidikan inklusi di Kota Yogyakarta terdapat beberapa kendala dan permasalahan yang dihadapi. Masih terjadi penyimpangan pemaknaan arti penyelenggaraan pendidikan inklusi dari pihak sekolah maupun orang tua ABK. Beberapa sekolah mendaftarkan diri sebagai SPPI (Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi) hanya karena adanya siswa difabel yang menempuh pendidikan di institusinya. Artinya, sekolah menjadi penyelenggara pendidikaan inklusi sebagai formalitas untuk menjalankan isi dari kebijakan pemerintah. Di sisi lain, orang tua ABK juga masih memperlakukan anaknya seperti siswa normal pada umumnya. Hal tersebut karena orang tua memilki asumsi anaknya akan diterima di masyarakat jika memilki kemampuan di bidang akademik seperti siswa normal pada umumnya. Selain itu, Penyelenggaraan pendidikaan inklusi juga mengalami permasalahan dari segi daya dukung Sumber Daya Manusia (SDM) dan anggaran.
Berdasarkan pemaparan permasalahan di atas, pembenahan kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi merupakan langkah awal yang dapat dilakukan. Pembenahan bisa dilakukan dari mulai dari kebijakan yang berada di tingkat nasional hingga tingkat daerah. Penekanan pembenahan dilakukan pada pemaknaan pendidikan inklusi agar tidak terjadi lagi kesalahan dalam memaknai pentingnya pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi dimaknai tidak hanya sebagai pemerataan akses pendidikan untuk semua orang, akan tetapi juga untuk memecahkan sekat ekslusifitas yang ada dalam masyarakat dan menciptakan tatanan masyarakat inklusif.
Di tingkat daerah, termasuk di Kota Yogyakarta, kebijakan perlu diperinci lagi mengenai alokasi sumber daya untuk pelaksanaan implementasi kebijakan. Alokasi sumberdaya baik yang berupa manusia maupun anggaran perlu ditingkatkan mengingat masih terbatasnya daya dukung SDM dan anggaran untuk kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusi guna mencapai pendidikan yang benar-benar inklusi.

C. Penutup
Pemaparan di atas dapat memberikan gambaran mengenai implementasi pendidikan inklusi di Kota Yogyakarta.  Meskipun dalam implementasinya masih terdapat banyak kendala, namun strategi implementasi pendidikan inklusi di Kota Yogyakarta dapat menjadi inspirasi dan contoh bagi penyelenggaraan pendidikan inklusi di daerah lain yang pada faktanya masih banyak yang belum menerapkan. Dalam skala yang lebih makro, pendidikan inklusi dapat menjadi langkah awal bagi penyelenggaraan pendidikan yang non-diskriminasi di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA


Budiyanto.2008. Modul Training of Trainers Pendidikan Inklusi. Jakarta: Depdiknas.
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. 2008. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta.
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Nomor: 188/063/2009 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaran Pendidikan Inklusi di Kota Yogyakarta.
Munn, P. 2000. “Can Schools Make Scotland A More Inclusive Society?”, Scottish Affairs, Number 33.
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi
Perwal Nomor 47 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Kota Yogyakarta
Prasetya, Puguh. Dkk. 2012. Peluang dan Tantangan Pengembangan Sekolah Inklusif sebagai Media Pembentuk Masyarakat Inklusif dan anti-Diskriminasi di Kota Yogyakarta. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Centre for Policy and Management Studies di Fisipol UGM pada 1 Oktober 2012.
Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2013 dalam visi tahun 2012-2016.

0 komentar:

Post a Comment